NASKAH DRAMA:
BADAI SEPANJANG MALAM
Karya MAX ARIFIN
Para Pelaku:
1.Jamil,
seorang guru SD di Klaulan,Lombok Selatan,berumur 24 tahun
2.Saenah,istri
Jamil berusia 23 tahun
3.Kepala
Desa,suara pada flashback
Setting :
Ruangan depan sebuah
rumah desa pada malam hari.Di dinding ada lampu
minyak menyala.Ada sebuah
meja tulis tua. Diatasnya ada beberapa buku
besar.Kursi tamu dari
rotan sudah agak tua.Dekat dinding ada balai balai .Sebuah radio transistor
juga nampak di atas meja.
Suara :
Suara jangkerik.suara
burung malam.gonggongan anjing di kejauhan.Suara Adzan subuh.
Musik:
Sayup sayup terdengar
lagu Asmaradahana,lewat suara sendu seruling
Note:
Kedua suami istri
memperlihatkan pola kehidupan kota.dengan kata lain,mereka berdua memang
berasal dari kota.tampak pada cara dan bahan pakaian yang mereka kenakan pada
malam hari itu.mereka juga memperlihatkan sebagai orang yang baik baik.hanya
idelisme yang menyala nyala yang menyebabkan mereka berada di desa terpencil
itu.
01.Begitu layar
tersingkap, nampak jamil sedang asyik membaca.Kaki nya ditelusurkan ke atas
kursi di depannya.Sekali sekali ia memijit mijit keningnya dan membaca
lagi.Kemudian ia mengangkat mukanya,memandang jauh ke depan,merenung dan
kembali lagi pada bacaannya.Di kejauhan terdengar salak anjing melengking
sedih.Jangkerik juga menghiasi suasana malam itu. Di kejauhan terdengar
seruling pilu membawakan Asmaradahana.
Jamil menyambar rokok di
atas meja dan menyulutnya.Asap berekepul ke atas.Pada saat itu istrinya muncul
dari balik pintu kamar.
02.Saenah :
Kau belum tidur
juga?kukira sudah larut malam.Beristirahatlah,besok kan hari kerja?
03.Jamil:
Sebentar,Saenah.Seluruh
tubuhku memang sudah lelah,tapi pikiranku masih saja mengambang ke sana
kemari.Biasa, kan aku begini malam malam.
04.saenah:
Baiklah.tapi apa boleh
akuketahui apa yang kaupikirkan malam ini?
05.jamil:
Semuanya,semua apa yang
kupikirkan selama ini sudah kurekam dalam buku harianku,Saenah.Perjalanan hidup
seorang guru muda-yang ditempatkan di suatu desa terpencil-seperti Klulan ini
kini merupakan lembaran lembaran terbuka bagi semua orang.
06.Saenah:
Kenapa kini baru kau
beritahukan hal itu padaku?Kau seakan akan menyimpan suatu rahasia.Atau memang
rahasia?
07.Jamil:
Sama sekali bukan rahasia
,sayangku! Malam malam di tempat terpencil seakan memanggil aku untuk diajak
merenungkan sesuatu.Dan jika aku tak bisa memenuhi ajakannya aku akan mengalami
semacam frustasi.Memang pernah sekali,suatu malam yang mencekam,ketika aku
sudah tidur dengan nyenyak,aku tiba pada suatu persimpangan jalan di mana aku
tidak boleh memilih.Pasrah saja.Apa yang bisa kaulakukan di tempat yang sesunyi
ini?[Dia menyambar buku hariannya yang terletak di atas meja dan membalik
balikkannya] Coba kaubaca catatanku tertanggal…[sambil masih membolak
balik]..ini tanggal 2 oktober 1977.
08.Saenah:
[Membaca] “Sudah setahun
aku bertugas di Klaulan.Suatu tempat yang terpacak tegak seperti karang di
tengah lautan,sejak desa ini tertera dalam peta bumi.Dari jauh dia angker,tidak
bersahabat:panas dan debu melecut tubuh.Ia kering kerontang,gersang.Apakah aku
akan menjadi bagian dari alam yang tidak bersahabat ini?Menjadi penonton yang
diombangkan ambingkan oleh…barang tontonannya.Setahun telah lewat dan selama
itu manusia ditelan oleh alam”.[Pause dan Saenah mengeluh;memandang sesaat pada
Jamil sebelum membaca lagi].”Aku belum menemukan kejantanan di sini.Orang orang
seperti sulit berbicara tentang hubungan dirinya dengan alam.Sampai di mana
kebisuan ini bisa diderita?Dan apakah akan diteruskan oleh generasi generasi
yang setiap pagi kuhadapai?Apakah di sini tidak dapat dikatakan adanya
kekejaman.”[Saenah berhenti membaca dan langsung menatap pada Jamil]
09.Jamil:
Kenapa kau
berhenti?jangan tatap aku seperti itu,Saenah.
10.Saenah:
Apakah tulisan ini tidak
keterlaluan?Bisakah ditemukan kejujuran di dalamnya?
11.Jamil:
Kejujuran kupertaruhkan
di dalamnya,Saenah.Aku bisa mengatakan,kita kadang-kadang dihinggapi oleh sikap
sikap munafik dalam suatu pergaulan hidup.Ada ikatan ikatan yang mengharuskan
kita berkata “Ya!” terhadap apa pun,sekalipun dalam hati kecil kita berkata”Tidak”.Kejujuranku
mendorong aku berkata,”Tidak”,karena aku melatih diri menjadi orang yang setia
kepada nuraninya.Aku juga tahu, masa kini yang dicari adalah orang orang yang
mau berkata”Ya”.Yang berkata “Tidak” akan disisihkan.[Pause] Memang sulit,Saenah.Tapi
itulah hidup yang sebenarnya terjadi.Kecuali kalau kita mau melihat hidup ini
indah di luar,bobrok di dalam.Itulah masalahnya.[Pause.Suasana itu menjadi
hening sekali.Di kejauhan terdengar salak anjing berkepanjangan]
12.Saenah:
Aku tidak berpikir sampai
ke sana. Pikiranku sederhana saja.kau masih ingat tentunya,ketika kita pertama
kali tiba di sini,ya setahun yang lalu.Tekadmu untuk berdiri di depan
kelas,mengajar generasi muda itu agar menjadi pandai.Idealismemu menyala
nyala.Waktu itu kita disambut oleh Kepala Desa dengan pidato selamat
datangnya.[S aenah lari masuk.Jamil terkejut.tetapi sekejap mata Saenah muncul
sambil membawa tape recorder!] Ini putarlah tape ini.Kaurekam peristiwa
itu.[Saenah memutar tape itu,kemudian terdengarlah suara Kepala Desa]’…Kami
ucapkan selamat datang kepada Saudara Jamil dan istri.Inilah tempat kami.Kami
harap saudara betah menjadi guru di sini.Untuk tempat saudara berlindung dari
panas dan angin,kami telah menyediakan pondok yang barangkali tidak terlalu
baik bagi saudara.Dan apabila Anda memandang bangunan SD yang cuma tiga kelas
itu.Dindingnya telah robek,daun pintunya telah copot,lemari lemari sudah
reyot,lonceng sekolah bekas pacul tua yang telah tak terpakai
lagi.Semunya,semuanya menjadi tantangan bagi kita bersama.Selain itu,kami
perkenalkan dua orang guru lainnya yang sudah lima tahun bekerja di sini.Yang
ini adalah Saudara Sahli,sedang yang berkaca mata itu adalah Saudara
Hasan.Kedatangan Saudara ini akan memperkuat tekad kami untuk membina generasi
muda di sini.Harapan seperti ini menjadi harapan Saudara Sahli dan Saudara
Hasan tentunya.”[Saenah mematikan tape.Pause,agak lama.Jamil menunduk,sedang
Saenah memandang pada Jamil.Pelan pelan Jamil mengangkat mukanya.Mereka
berpandangan]
13.Saenah:
Semua bicara baik-baik
saja waktu itu dan semuanya berjalan wajar.
14.Jamil:
Apakah ada yang tidak
wajar pada diriku sekarang ini ?
15.Saenah:
Kini aku yang
bertanya:jujurkah pada nuranimu sendiri?Penilaian terakhir ada pada hatimu.dan
mampukah kau membuat semacam pengadilan yang tidak memihak kepada nuranimu
sendiri?Karena bukan mustahil sikap keras kepala yang berdiri di belakang
semuanya itu.Terus terang dari hari ke hari kita seperti terdesak dalam
masyarakat yang kecil ini.
16.Jamil:
Apakah masih harus kukatakan
bahwa aku telah berusaha berbuat jujur dalam semua tindakanku?Kau menyalahkan
aku karena aku terlalu banyak bilang”Tidak” dalam setiap dialog dengan
sekitarku.Tapi itulah hatiku yang ikhlas untuk ikut gerak langkah
masyarakatku.Tidak,Saenah.Mental masyarakat seperti katamu itu tidak terbatas
di desa saja, tapi juga berada di kota
17.Saenah:
Kau tidak memahami
masyarakatmu.
18.Jamil:
Masyarakat itulah yang
tidak memahami aku.
19.saenah:
siapa yang salah dalam
hal ini.
20.Jamil:
Masyarakat.
21.Saenah:
Yang menang ?
22.Jamil:
Aku
23.Saenah:
Lalu ?
24.Jamil:
Aku mau pindah dari
sini.[Pause. Lama sekali mereka berpandangan.].
25.Saenah:
[Dengan suara rendah]Aku
kira itu bukan suatu penyelesaian.
26.Jamil:
[Keras] Sementara memang
itulah penyelesaiannya.
27.Saenah:
[Keras]Tidak! Mesti ada
sesuatu yang hilang antara kau dengan masyarakatmu.Selama ini kau membanggakan
dirimu sebagai seorang idealis.Idealis sejati,malah.Apalah arti kata itu bila
kau sendiri tidak bisa dan tidak mampu bergaul akrab dengan
masyarakatmu.[Pause]
[Lemah diucapkan]Aku
terkenang masa itu,ketika kau membujuk aku agar aku mu datang kemari[Flashback
dengan mengubah warn cahaya pelan pelan.Memakai potentiometer.Bisa hijau muda
atau warna lainnya yang agak kontras dengan warna semula.Musik sendu mengalun]
28.Jamil:
Aku mau hidup jauh dari
kebisingan,Saenah.Aku tertarik dengan kehidupan sunyi di desa,dengan
penduduknya yang polos dan sederhana.Di sana aku ingin melihat manusia
seutuhnya.Manusia yang belum dipoles sikap sikap munafik dan pulasan belaka.Aku
harap kau menyambut keinginanku ini dengan gembira,dan kita bersama sama
kesana.Di sana tenagaku lebih diperlukan dari pada di kota.Dan tentu banyak
yang dapat aku lakukan.
29.Saenah:
Sudah kaupikirkan baik
baik? Perjuangan di sana berarti di luar jangkauan perhatian.
30.Jamil:
Aku bukan orang yang
membutuhkan perhatian dan publikasi.Kepergianku ke sana bukan dengan harapan
untuk menjadi guru teladan.Coba bayangkan,siapa pejabat yang bisa memikirkan
kesulitan seorang guru yang bertugas di Sembalun,umpamanya?Betul mereka
menerima gaji tiap bulan.Tapi dari hari ke hari dicekam kesunyian,dengan senyum
secercah terbayang di bibirnya bila menghadapi anak bangsanya.dengan alat alat
serba kurang mungkin kehabisan kapur,namun hatinya tetap di sana.Aku bukan
orang yang membutuhkan publikasi,tapi ukuran ukuran dan nilai nilai seorang
guru di desa perlu direnungkan kembali.Ini bukan ilusi atau igauan di malam
sepi,Saenah.Sedang teman teman di kota mempunyai kesempatan untuk hal hal yang
sebaliknya dari kita ini.Itulah yang mendorong aku,mendorong hatiku untuk
melamar bertugas di desa ini.
31.Saenah:
Baiklah, Sayang.Ketika
aku melangkahkan kaki memasuki gerbang perkawinan kita,aku sudah tahu macam
suami yang kupilih itu.Aku bersedia mendampingimu.Aku tahu,apa tugas utamaku
disamping sebagai seorang ibu rumah tangga.Yaitu menghayati tugas suami dan
menjadi pendorong utama karirnya.Aku bersedia meninggalkan kota yang ramai dan
aku sudah siap mental menghadapi kesunyian dan kesepian macam apa pun.Kau tak
perlu sangsi.[Pause senbentar.Pelan pelan lampu kembali pada cahaya semula]
32.Saenah:
Kini aku menjadi sangsi
terhadap dirimu.Mana idealisme yang dulu itu? Tengoklah ke kanan.apakah jejeran
buku-buku itu belum bisa memberikan jawaban pada keadaan yang kauhadapi
sekarang?Di sana ada jawaban yang diberikan oleh Leon Iris,Erich Fromm,Emerson
atau Alvin Toffler.Ya,malam malam aku sering melihat kau membuka-buka buku-buku
Erich Fromm yang berjudul The Sane Society atau Future Shock nya Alvin Toffler
itu.
33.Jamil:
Apa yang kau kauketahui
tentang Eric Fromm dengan bukunya itu? Atau Toffler?
34.Saenah:
Tidak banyak.Tapi yang
kuketahui ada orang-orang yang mencari kekuatan pada buku-bukunya.Dan dia tidak
akan mundur walau kehidupan pahit macam apa pun dosodorkan kepadanya.karena ia
mempunyaai integritas diri lebih tinggi dri orang-orang yng menyebabkan
kepahitan hidupnya.apakah kau menyerah dalam hal ini?Ketika kau melangkahkan
kakimu memasuki desa ini terlalu bnyak yang akan kausumbngkan padanya,ini
harsus kauakui.Tapi kini-akuilah-kau menganggap desa ini terlalu banyak meminta
dirimu.Inilah resiko hidup di desa.Seluruh aspek kehidupan kita disorot.Smpai
sampai soal pribadi kita dijadikan ukuran mampu tidaknya kita bertugas.Dan aku
tahu hal itu.Karena aku kenal kau.[Suasana menjadi hening sekali.Pause]
Aku sama sekali tak
menyalahkan kau.malah dim diam menghargai kau, dan hal itu sudah
sepantasnya.Aku tidak ingin kau tenggelam begitu saja dalam suatu msyarakat
atau dalam suatu sistem yang jelek namun telah membudaya dalam masyarakat
itu.Di mana pun kau berda.juga sekiranya kau bekerja di kantor.Kau pernah
dengan penuh semangat menceritakan bagaimana novel karya Leon Uris yang
berjudul QB VII.Di sana Uris menulis,katamu bahwa seorang manusia harus sadar
kemanusiaannya dan berdiri tegak antara batas kegilaan lingkungannya dan
kekuatan moral yang seharusnya menjadi pendukungnya.Betapapun kecil kekuatan
itu.Di sanalah manusia itu diuji.Ini bukan kuliah.Aku tak menyetujui bila kau
bicara soal kalah menang dalam hal ini.Tidak ada yang kalah dan tidak ada yang
menang.Dialog yang masih kurang.
34.Jamil:
Aku mungkin mulai
menyadari apa benda yang hilang yang kaukatakan tadi.generasi sekarang
mengalami kesulitan dalam masalah hubungan.Hubungan antar sesama manusia.Mereka
mengalami apa yang disebut kegaguan intelektual.kita makin cemas,kita seakan
akan mengalami kemiskinan artikulasi.Disementara sekolah di banyak sekolah malah,mengarang
pun bukanlah menjadi pelajaran utama lagi,sementara makin banyak gagasan yang
harus diberitahukan ke segala sudut.Pertukaran pikiran makin dibutuhkan.
35.Saenah:
Ya,seperti pertukaran
pikiran malam ini.Kita harus yakin akan manfaat pertukaran .Ada gejala dalam
masyarakat di mana orang kuat dan berkuasa segan bertukar pikiran.Untuk apa
,kata mereka.Kan aku berkuasa.
36.Jamil;
Padahal nasib suatu
masyarakat tergantung pada hal-hal itu.Dan kita jangan melupakan kenyataan
bahwa masyarakat itu bukan saja berada dalam konflik dengan orang-orang yang
mempunyai sikap yang tidak sosial tetapi sering pula konflik dengan sifat sifat
manusia yang paling dibutuhkan,yang justru ditekan oleh masyarakat itu sendiri.
37.Saenah:
Itu kan Erich Fromm yang
bilang.
38.Jamil:
Memang aku mengutip
dia.[Dari kejauhan terdengar suara bedug subuh kemudian adzan]
39.Saenah:
Aduh,kiranya sudah
subuh.Pagi ini anak-anak menunggumu,generasi muda yang sangat membutuhkan kau.
40.Jamil:
Aku akan tetap berada di
desa ini,sayangku.
41.Saenah:
Aku akan tetap
bersamamu.Yakinlah.[Jamil menuntun istrinya ke kamar tidur.Musik melengking
keras lalu pelan pelan,sendu dan akhirnya berhenti].
Di taman tepi hutan yang rindang diperbatasan kampung
datanglah seorang pemuda di remang purnama dengan balutan perban di
tangankirinya dan sedikit memar di kepala, pemuda itu memanggil-manggil
Kamelia.
Satria : Kamelia…. Kamelia dimana kau, Kamelia aku
sudah datang Kamelia….
Kamelia : ( dari balik pohon Kamelia keluar
dengan pakaian elok dan bunga dikepalanya )
“ Satria…. Satria…. ”
Satria : Kamelia kau cantik sekali, sudah lama wajah
ini aku rindukan apa kabarmu adinda ?( menggenggam tangan Kamelia )
Kamelia : Kanda tengok sendiri kan ? Kamelia
bahagia sangat, air terjun pun tak bise
gantikan keindahan hati ni, kanda
sendiri ape kabar ? Ape ni kanda ?? luke… ?? Kanda terluke ??( meraba luke di
tangan dan kepala Satria )
Satria : Ya…gara-gara luka inilah, aku tidak bisa
menepati janjiku dulu padamu. Maafkan aku Kamelia, sudikah kiranya kau
memberikan maaf untukku ? ( sambil mengajak Kamelia duduk di bangku ).
Kamelia : Jangankan maaf, semue akan kuberi.
Andaipun kanda tak datang dan khianatkan Kamelia, tapi Kamelia kan selalu
nantikan kanda disini. Bak syair pujangga. Ibarat bunge dahlia tak akan layu
bila disiram cinta ”.
Satria : “
Terima kasih kau baik sekali, dinda tau ketika kanda berangkat pulang kesini,
Belanda menyerbu camp kami, banyak yang meninggal dan terluka, sehingga tak
mungkin untuk……. ”
Kamelia : “
Ssstt…. Sudahlah yang kanda selamat. Senang sangatlah hati Kamelia, kanda
berade disamping Kamelia, rasenye macam
mimpi ” ( Kamelia lalu bernyanyi )
Satria : “
Kamelia… aku bawakan sesuatu untukmu….. lihatlah gelang ini sengaja aku beli
dari pedagang gujarat. Pakailah kau pasti cocok. “
Kamelia : “
Indah sangatlah kanda… ( melamun ) hanye sayangnye…….. “
Satria : “
Sayang….. ? apa maksud adinda ? ”
Kamelia : “
Ah tak ape ape. Seandainye kanda datang menepati janji pasti Kamelia tak akan
sendiri ”
Satria : “
Kanda tidak mengerti apa maksud Kamelia ? ”
Kamelia : “
Ah sudahlah kanda tak payah dipikirkan, Kamelia tak sungguh-sungguh. ( sesaat
melamun lalu melihat purnama ) :Kanda sekarang waktunye Kamelia harus pulang,
purname sudah tinggi ”
Satria : “
Kenapa tergesa-gesa adinda ? ”
Kamelia : “
Kamelia harus balek, abang Samsul pastilah marah bile die tau kite disini.
Kamelia permisi ye kanda…. Maaf Kamelia tak bise lagi temani kanda, tapi
Kamelia senang akhirnya kanda penuhi janji. Assalamualaikum ” ( Kamelia lalu
pergi di balik hutan meninggalkan rasa heran pada Satria )
Satria : “
Kamelia… Kamelia… ( melamun lalu duduk ) mengapa begitu cepat dia pergi ? ah….
Mungkin dia takut pada abangnya ”.
Beberapa saat kemudian tanpa sengaja seorang pemuda lewat
yang juga teman lama Satria kemudian berhenti menyapanya.
Bejo : “
Satria !! kowe wis balik toh, wah curang kowe ora aweh kabar ndisik nek wis
bali. ”
Satria : “
Bejo…. Bejo kamu masih kayak dulu! ”
Bejo : “
Ngapa kowe mbengi-mbengi neng kene ? ”
Satria : “
He… he… ( tertawa malu ), aku baru ketemu bojoku ”
Bejo : “
Bojo sing endi ? ”
Satria : “
Kamu ini kayak ndak tau aja, siapa lagi, Kamelia anak kampung Melayu. ”
Bejo : “
Kamelia… ? Edan kowe, ora guyon ? ”
Satria : “
Sopo sing guyon ? baru saja dia pulang kerumah. ”
Bejo : (
kaget dan mengelus bulu kuduknya ) ” kowe ora ngerti yo ? ”
Satria : “
Tidak tahu apa ? ”
Bejo : “
Kamelia kan wis mati nem wulan wingi “
Satria : “
Apa maksudmu ? jangan buat aku bingung ?? ”
Bejo : “
Temenan, yakin, dek mbiyen mase Samsul dikeroyok Jarwo karo kanca-kancane Jarwo
nganti mati. Rumahnya diobrak-abrik… pokokke wis hancur ! melasi banget, terus
Kamelia di… di… ”
Satria : “
Di… diapakan Bejo… !? “
Bejo : “
Di…. Diperkosa Jarwo,
preman pasar karo
kanca - kancane kae “ ( takut dan
gugup )
Satria : “
Tidak……. Ndak mungkin !
Kamu pasti mau
ngerjain aku, jawab !! “ ( Satria mencekik leher Bejo ).
Bejo : (
sambil kesakitan ) “ Wani disamber gledek ! swer ! Maning bar Kamelia
diperkosa, Kamelia ora dianggep maning nang kampung kiye, ono sing omong edan,
ono sing omong strees…. Pokokke ora ono sing gelem nampung Kamelia,
kanca-kancane dewek ora gelemnulungi, wedi kena sial…… akhirnya ( sedikit gugup
) ya…. Kaya kae kuwi, Kamelia akhirnya nganu…. nganu…. bunuh diri…. Hih! Aku
dadi mrinding kiye ” ( lari lalu pergi meninggalkan Satria ).
Digambarkan kisah terakhir sejak Kamelia diperkosa,
terlunta-lunta hingga bunuh diri dengan sebotol kecil racun di depan reruntuhan
rumahnya sendiri. Setiap lelaki yang lewat dilempari dan dipukuli, dia kira
itulah orang-orang yang telah memperkosanya, dibayangannya Satria akan datang,
hanya menangisi pabila sadar itu hanya khayal. Satria tak percaya mendengar
kisah itu diam lalu berteriak-teriak memanggil Kamelia, dia berlari-lari
seperti orang yang tidak waras, hingga tiba di depan reruntuhan rumah Kamelia
tak ada apapun disana tapi Satria menemukan setangkai bunga dahlia yang diselip
Kamelia dirambutnya diantara reruntuhan rumah Kamelia yang sekaligus menjadi
kuburan tak bernisan..
Satria : (
meremas bunga dahlia sambil terisak lalu berteriak )
“ Kamelia……………..!!! ”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar